Senin, 25 Mei 2015

Tinjauan teologis etis Kristen terhadap budaya tari Jawa


TINJAUAN TEOLOGIS ETIS KRISTEN TENTANG KEBUDAYAAN TARI MASYARAKAT JAWA
http://usu.ac.id/public/content/images/logo%20usu%20untuk%20semua%20png.png
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

1.      NAOMI LUBIS                                                    (140903072)
2.      YOHANNA SIMANGUNSONG                      (140903129)
3.      WIDYA ANASTASIA TARIGAN                    (140903135)
4.      ASTRI VERONIKA SIMAMORA                   (140903136)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015



BAB I
PENDAHULAN


1.  LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara kepulauan yang bersifat pluralisme yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, etnis, dan budaya. Salah satunya adalah suku Jawa dengan berbagai kebudayaannya, salah satunya tari. Situasi tari pada masyarakat Jawa sangat terkait dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya, baik ditinjau dari struktur etnik maupun dalam lingkup negara kesatuan. Jika ditinjau sekilas perkembangan Indonesia sebagai negara kesatuan, maka perkembangan tersebut tidak terlepas dari latar belakang keadaan masyarakat Indonesia pada masa lalu. Masyarakat Indonesia memiliki kebudayaan yang berkaitan dengan sistem kepercayaan Panteisme. Sistem kepercayaan masyarakat tersebut menyatu antara adat atau tradisi dan kepercayaan.
Menurut P. Howard Jones, *Sinkretisme membuat orang Jawa lebih terbuka dan toleran terhadap orang lain. Agama dalam komunitas Jawa lebih didominasi oleh kepercayaan kepada roh-roh, pemujaan atau okultisme dan praktek magis.
Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan.
Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang sangat dekat di masyarakat. Bahkan banyak yang salah mengartikan bahwa agama dan kebudayaan adalah satu kesatuan yang utuh. Dalam kaidah sebenarnya agama dan kebudayaan mempunyai kedudukan masing-masing dan tidak dapat disatukan, karena agamalah yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada kebudayaan. Namun keduanya mempunyai hubungan yang erat dalam kehidupan masyarakat. Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling mempengarui. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya dalam hal bagaimana agama di interprestasikan atau bagaimana ritual-ritualnya harus dipraktikkan.

*Sinkretisme mengacu kepada adanya pencampuradukan semua unsur  dalam sebuah sistim keagamaan. Semua unsur tercampur dan menghasilkan agama baru dari segala perbedaan, dalam Soetarman Soedirman Partonadi, Komunitas Sadrach (Jakarta: BPK Gunung Mulia: 2001), 21
Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, tarian, bahasa dan lain-lain. Jadi ada pluralisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi dalam kebebasan menciptakan berbagai objek realitas dan tata nilai baru berdasarkan inspirasi agama.
Panggilan orang Kristen terhadap kebudayaan dalam Filipi 2:5 Firman Tuhan mempunyai otoritas mutlak dalam semua aspek kehidupan manusia yang meliputi kehidupan spiritual maupun kehidupan praktis sehari-hari. Panggilan Allah dalam pekerjaan misi tersebut menuntut kita untuk bekerja keras dalam menyelesaikan persoalan di tengah-tengah masyarakat khususnya kebudayaan Jawa. Perubahan zaman yang sangat cepat dan pemujaan yang berlebihan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan pemahaman baru dalam masyarakat yaitu Sinkretisme. Sinkretisme terjadi dalam seluruh aspek hidup kita mulai dari kebudayaan sampai cara hidup tidak lepas dari sinkritisme. Sinkretisme dan tradisi adalah yang paling umum terjadi bahkan semasa Yesus hidup di dunia dan konsekuensinya disamping ajaran yang campur aduk, sering terjadi bahwa adat istiadat tradisi lebih diutamakan dari Injil Allah.


2.  RUMUSAN MASALAH
a.       Bagaimana gambaran mengenai kebudayaan tari masyarakat Jawa
b.      Bagaimana tinjauan teologis etis Kristen tentang kebudayaan tari masyarakat Jawa
c.       Apa kesimpulan dan saran




BAB II


1.  KUMPULAN KLIPING

















Kliping 11
TARI BEDHAYA KETAWANG DALAM UPACARA JUMENENGAN
http://www.tabloidpamor.com/templates/eljquery-yahoo/images/clock.gif Jumat, 15 Juni 2012 - 19:48:01 WIB

http://www.tabloidpamor.com/foto_berita/25IMG_BEDHY.jpg
Upacara ritual Tingalan Dalem Jumenengan yang diselenggarakan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Jumat (15/06/2012) lalu. Merupakan sebuah upacara ritual adat istiadat keraton untuk memperingati hari ulang tahun penobatan kenaikan tahta Susuhunan Paku Buwono XIII yang diadakan setahun sekali.
Sesuai arti dari Tingalan Dalem Jumenengan itu sendiri, yang dalam bahasa Jawa kata tingalan berarti peringatan, dalem yang merupakan panggilan seorang raja, danjumenengan yaitu dari kata jumenengyang mempunyai arti bertahta.Upacara ini diselenggarakan di Pendopo  Agung Sasana Sewaka yang dihadiri oleh semua abdi dalem dan sentana dalem serta beberapa tamu undangan.
Upacara Tingalan Dalem Jumenengan merupakan upacara adat yang sangat disakralkan yang diyakini memiliki makna penting oleh kerajaan yang masih mempunyai garis darah dengan dinasti Mataram. Dalam prosesi upacara ini juga diselenggarakan persembahan tarian bedhaya ketawang yang ditampilkan seusai prosesi Tingalan Dalem Jumenengan selesai.
Sebuah tarian Jawa klasik yang hanya diperbolehkan ditampilkan hanya dalam acara Jumenengan saja. Tari bedhaya ketawang ini diperagakan oleh sembilan penari putri yang belum menikah atau yang masih perawan. Tarian bedhaya ketawang ini diyakini menggambarkan tentang cinta kasih Penguasa Laut Kidul kepada Panembahan Senopati. Tapi ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa tarian bedhaya ketawang adalah tarian yang mengisahkan siklus kehidupan manusia dari lahir, hidup, mati hingga alam keabadian.
Seperti yang dikatakan KRAT Soehonodo Wibhakso Adi Nagoro abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. Tarian bedhaya ketawang adalah sebuah tarian mistik hubungan batin antara raja-raja dinasti Mataram dan penerusnya dengan Penguasa Laut Selatan atau yang lebih dikenal dengan Ibu Ratu Kidul.
Dikatakan tari Bedhaya Ketawang karena disesuaikan dengan gending yang mengiringi tarian ini. Salah satunya adalah gending bedhaya ageng karya dari Panembahan Senopati. Selesainya pementasan tari bedhaya ketawang menandakan selesainya upacara prosesi Tingalan Dalem Jumenengan, yang merupakan upacara adat keraton dari dinasti Mataram hingga Kasunanan Surakarta Hadiningrat saat ini. 

Kliping 12
Sumardi 40 tahun mengecat miniatur kayu penari gandrung di pusat kerajinan kayu kelurahan mojopanggung, giri banyuwangi jawa timur Selasa (17/03). miniatur tari gandrung dijual berbagai ukuran dengan harga Rp 15 ribu - Rp 800 ribu per biji.dipasarkan ke denpasar dan di ekspor ke Malaysia dan Singgapura. (TEMPO/Aman Rochman)
Sumardi 40 tahun mengecat miniatur kayu penari gandrung di pusat kerajinan kayu kelurahan mojopanggung, giri banyuwangi jawa timur Selasa (17/03). miniatur tari gandrung dijual berbagai ukuran dengan harga Rp 15 ribu - Rp 800 ribu per biji.dipasarkan ke denpasar dan di ekspor ke Malaysia dan Singgapura. (TEMPO/Aman Rochman)

Seribu Gandrung Ramaikan Banyuwangi Festival

MINGGU, 18 NOVEMBER 2012 | 04:31 WIB
TEMPO.CO, Banyuwangi--Pemerintah Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar Parade Gandrung Sewu di Pantai Boom, Sabtu 17 November 2012 sore. Parade tersebut merupakan rangkaian kegiatan dalam Banyuwangi Festival yang dilaksanakan pada November-Desember 2012. 

Gandrung merupakan tarian tradisional khas Banyuwangi. Sedangkan 'sewu' yang berarti seribu. Dinamakan Gandrung Sewu karena parade ini diikuti seribu lebih penari gandrung mulai pelajar SD, SMP dan SMA. 

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan Parade Gandrung Sewu tersebut bertujuan untuk mengangkat budaya lokal agar dikenal masyarakat secara luas. "Gandrung jadi ikon pariwisata Banyuwangi," kata dia, Sabtu 17 November 2012. 

Parade Gandrung Sewu dimulai pukul 15.30 WIB. Diawali dengan fragmen tari karya Sumitro Hadi yang menceritakan perkembangan gandrung dari masa ke masa. Dalam fragmen, gandrung dikisahkan berasal dari ritual Seblang yang merupakan penyembahan untuk Dewi Sri (Dewi Padi). 

Pasca periode sebagai tarian persembahan, Gandrung ditarikan oleh laki-laki. Gandrung kemudian menjadi kesenian hiburan setelah VOC mulai datang ke Banyuwangi pada tahun 1767. 

Setelah penampilan seluruh fragmen, barulah seribu lebih penari Gandrung melenggak-lenggok di pantai yang berpasir hitam. Musik tradisional berupa angklung mengiringi tarian tersebut selama 30 menit. 

Di akhir penampilannya, seribu Gandrung kompak meneriakkan: "Isun Gandrung......gandrungono!". Artinya: "Saya Gandrung, cintailah...," 

Dalam kehidupan sehari-hari kesenian Gandrung ditanggap untuk pernikahan dan sunatan. Namun tradisi ini sudah banyak ditinggalkan.


Kliping 13
SELASA, 31 MEI 2011 | 20:37 WIB
Didik Nini Thowok: Pengalaman Mistis Selama Menari
Didik Nini Thowok: Pengalaman Mistis Selama Menari
TEMPO/Suryo Wibowo
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pada 21-24 April lalu, untuk kesekian kalinya, penari Didik Hadiprayitno, atau lebih dikenal dengan nama Didik Nini Thowok, menari di Amerika Serikat. Ia diundang atas prakarsa New Conservatory Theatre Center dan Asian Art Museum. "Di sana saya membawakan empat tarian. Itu yang disebut Mystical Gender," kata pemilik nama lahir Kwee Tjoen Lian itu. 

Penari kelahiran Temanggung, Jawa Tengah, ini menjelaskan, latar belakang penamaan tarian ini lantaran berkaitan dengan hal misterius. Penonton yang melihatnya menari kerap melihat ada sosok lain dalam tubuhnya. "Seorang istri teman saya melihat sosok perempuan cantik masuk ke dalam diri saya saat menari," ujar Didik kepada Anang Zakaria dari
 Tempo di kediamannya, di daerah Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu lalu. 

Kehadiran sosok lain dalam tubuhnya saat menari inilah yang membuat para penonton terpikat. Apalagi, saat menari, pria kemayu berusia 56 tahun ini juga menyertakan gerakan komedi yang seolah mengajak penonton berdialog dengannya. Tak mengherankan jika undangan menari di luar negeri kerap menghampirinya.
 

Selama hampir dua jam, ia meladeni pertanyaan sambil mengepak baju lantaran esok harinya ia harus terbang ke Austria selama dua pekan. "Sebenarnya besok itu cuma untuk meeting," kata Didik. Pertemuan itu untuk mempersiapkan pementasan para koreografer dunia, tahun depan.
 

Kliping 14

Tarian Magis Kuda Lumping


Raminah - Kamis, 05-07-2012 09:40
Tarian Magis Kuda Lumping : aktual.co

Konon kuda lumping merupakan bentuk dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponogoro


Jakarta, Aktual.co — Kuda lumping merupakan sebuah seni tari tradisional Jawa yang menampilkan sekelompok prajurit yang sedang menggunakan kuda. Kesenian ini juga sering disebut dengan jaran kepang atau jathilan.

Sebagai pelengkap tarian, para penari biasanya menggunakan kuda yang terbuat dari bambu, tarian ini juga menceritakan tentang prajurut berkuda, selain itu biasanya tarian ini juga menampilkan unsur magis seperti penari yang kesurupan, penari memakan beling dan tubuh menjadi kebal saat dipecut. 

Kuda lumping merupakan bagian dari tari reog yang berasal dari Jawa Timur. Konon kuda lumping merupakan bentuk dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponogoro.

Dalam pertunjukan kuda lumping terdapat empat fragmen tarian, yaitu dua kali tarian buto, tari santerwe, dan tari begong putri. Namun, pada pementasan kuda lumping tidak memerlukan koreografi yang khusus, serta perlengkapan gamelan seperti halnya karawitan.

Gamelan yang digunakan untuk mengiringi tarian kuda lumping cukup sederhana, hanya berupa gendang, kenong, gong dan slompret. Slompret merupakan alat musik tiup serupa dengan suling namun memiliki suara yang melingking.

Tarian kuda lumping adalah salah satu tarian tradisional yang mengandung unsur hiburan, religi dan tak jarang mengandung unsur magis. Karena biasanya sebelum atraksi kuda lumping dimulai, seorang pawang hujan akan melakukan ritual, agar cuaca tetap cerah karena pertunjukan kuda lumping di lakukan di lapangan terbuka.





Kliping 15


Gelar Ritual Tari Seblang untuk Tolak Bala

Minggu, 12 Oktober 2014 21:37

Gelar Ritual Tari Seblang untuk Tolak Bala
surya/wahyu nurdiyanto
TARI RITUAL - Tari Seblang di Desa Bakungan, Kecamatan Glagah, bertujuan sebagai tari tolak bala masyarakat Using, Minggu (12/10/2014) malam.
SURYA Online, BANYUWANGI - Minggu kedua bulan Dzulhijah atau Idul Adha menjadi momen spesial bagi masyarakat Desa Bakungan di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.
Pada momen yang jatuh Minggu (12/10/2014), masyarakat Desa Bakungan mengelar ritual tolak bala dengan menggelar tari seblang. Ritual ini dimulai pada malam hari, tepatnya sesudah isya.
Acara diawali dengan para pemuda berkeliling kampung dengan membawa obor. Sembari berkeliling, mereka memanjatkan doa dan syair-syair Bahasa Using yang intinya meminta perlindungan kepada Tuhan agar desa mereka terhindar dari bencana.
Usai berkeliling, kemudian ada syukuran kecil disetiap rumah. Disini, setiap rumah menyajikan nasi tumpeng dengan menu pecel ayam, yang merupakan kuliner khas masyarakat Using, Banyuwangi.
Usai bersantap, pada pukul 20.00 WIB ritual utama tolak bala, yakni tari Seblang dimulai. Penari bernama Barona sebelumnya dirias dan dipakaikan baju tari termasuk omprog atau mahkota.
Selanjutnya dilakukan ritual pemanggilan roh oleh pawang atau dukun agar masuk ke tubuh sang penari. Jika roh sudah masuk, maka tari seblang pun dimulai dengan penari menari dalam kondisi trance atau tak sadarkan diri.
"Tari ini melambangkan kesakralan, ritual pertemuan dua dunia, sekaligus sebagai rasa syukur atas karunia yang diberikan oleh sang Pencipta dan juga menjadi permohonan untuk tolak bala," terang Kushairi, tetua adat Desa Bakungan.
Di Banyuwangi, ritual tari seblang hanya ada di dua desa. Yakni di desa Olehsari dan Bakungan. yang keduanya masuk wilayah Kecamatan Glagah. Untuk Tari Seblang Olehsari, penari haruslah perawan atau belum dewasa. Ritual dilakukan selama tujuh hari berturut-turut, usai lebaran Idul Fitri. Sedangkan pada tari Seblang Bakungan penarinya harusnya perempuan dengan usia di atas 50 tahun, dan dilakukan semalam suntuk. Adapun persamaanya, para penari seblang menari dalam kondisi trance alias kesurupan.













2.  RANGKUMAN KLIPING

1.    Kliping 1 :
Sosok penari dipercaya oleh masyarakat penontonnya sebagai perantara energi penyembuhan dan perantara pemberi berkat penyembuhan dan sering juga penari diminta memberi nama anak penonton baru dilahirkan. Bahkan dalam sebuah panggung tari topeng itu, warga tak lagi melihat keni arja sebagai manusia sehari-hari, tetapi sesok lain yang dianggap lebih digdaya (sakti). Tari topeng juga mengiringi tradisi ngarot tradisi mencari jodoh remaja setempat. Dan juga tari topeng menjadi tarian yang wajib setiap kali ada upacara sedekah bumi atau sedekah laut di berbagai kampung nelayan dan hingga detik ini, upacara penghormatan dimakam leluhur masyarakat desa di Tambi, Indramayu, masih diawali dengan permainan tari topeng.

2.    Kliping 2 :
Ronggeng Gunung adalah tarian kuno khas yang banyak berkembang di daerah pegunungan Ciamis, Jawa Barat. Tony Lasmana mengatakan Ronggeng gunung adalah tarian rindu dan romantis berbalut dendam yang dialami Dewi Siti Samboja atau Dewi Rengganis, karna kehilangan kekasihnya ditangan perampok. Versi lain menyebutkan tari ini adalah ungkapan syukur atas kesuburan dan panen. Bagi masyarakat Ciamis Dewi Rengganis mirip dengan Dewi Sri Pohaci ( Dewi Kesuburan). Maka biasanya tarian ini kerap dimainkan selepas menggerap sawah atau ladang.

3.    Kliping 3:
Tari ujung diselenggarakan  pada hari raya Karo setiap tahun pada tanggal 15 bulan kedua kalender Tengger oleh masyarakat Tengger di desa Ngadisari, kecamatan Sukapura, kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Hari karo dimaknai sebagai reffleksi kehidupan saat setiap manusia patut memaknai hidup dengan selalu bersyukur kepad Tuhan dan sekaligus menghormati leluhur. Tari ujung dilakukan setelah mengunjungi makam leluhur atan Nyadran.




4.    Kliping 4:
Tari Gandrung adalah ikon dan aset bayuwangi. Gerak tari dapat menggeser kehidupan sosial mereka. Biasanya penari Gandrung adalah remaja SMP dan SMA yang putus sekolah. Pelatihan Tari ini untuk peyuburan nilai estetik dan untuk membantu mengentaskan generasi drop out.

5.    Kliping 5:
Dalam upacara Tradisi Ngarot sudah beralih berburu mencari pendamping hidup.  Ngarot identik dengan hadirnya gadis-gadis belia dan pemuda-pemuda tangguh. Jejaka dan gadis desa yang dulunya untuk meneruskan denyut nadi pertanian, kini condong menikmati pesta sembari berkedipan mata mencari jodoh. Berawal dari pertemuan ditengah sawah yang dilanjutkan perkenalan kemudian ada yang berujung pada pernikahan. Menurut sesepuh desa Lelea, Samian mengatakan  ritual Ngarot sebenarnya bukan mencari mencari jodoh namun tradisi ini mengajarkan cara bertani yang baik kepada generassi  muda.

6.    Kliping 6: 
Seorang penari bernama Mimi Rasinah berumur 80 tahun tetap ingin menari, dengan di bopong dan dinaikkan ke kursi  roda, Rasinah menuju panggung untuk menarikan tarian topeng Panji. Rogoh Sukma bersama cucunya dan anak didiknya.  Walaupun demikian, Rasinah mampu menyihir penonton, dengan kesederhanaan dan totalitasnya, ia rela menggerakkan seluruh hidupnya pada panggung dan tari topeng Indramayu. Komposisi ini tidak saja menunjukkan kehebatan Rasinah, tetapi juga bisa di interpretasi sebagai proses penurunan ilmu topeng dari nenek kepada cucunya.

7.    Kliping 7:
Dalam melakukan tarian Bedhaya Arjuna Wijaya, gamelan dimainkan 40 abdi dalam mengiringi matahari yang memerah pergi. Membakar kemenyan adalah awal ritual sebelum sepasang gamelan.  Selain  kemenyan,  setangkep pisang raja dan semangkuk kembang sekar diletakkan di antara gong. “Untuk nuwun sewu (permisi)” sebelum menabuh oleh wijiono,, abdi dalam pembakar kemenyam.




8.    Kliping 8:
Tradisi tutup Ngisor, waktunya bertatapan dengan bulan purnama, penanggalan 15 Suro yang memulai Romo Yoso Sudarso tokoh spiritual dan pendiri padepokan seni Tjipto  boedojo yang diawali dengan menyerbu sesaji yang disajikan dan dilanjutkan dengan Tari Kembar Mayang. Tujuannya adalah agar masyarakat desa Tutup Ngisor dihindarkan dari malapetaka.

9.    Kliping 9 :
Keraton kajoman Cirebon merekontruksi kembali bedaya kajoman Cirebon yang nyaris punah. Karena Bedaya kajongan menjadi tari tradisi yang terlupakan dan bukan satu-satunya juga Bedaya Rimbe, Bedaya Gododan, Bedaya Golekan, Bedaya kembang, dan lain-lain juga kehilangan para penarinya. Tarian ini lahir dari penghormatan sultan kepada kaum perempuan  yang menjadi tumpuan segala ritual rutin keratin kanoman. Bedaya kajongan adalah perlambangan perang perempuan memenangi dirinya sendiri, melawan hasrat, keinginan dan nafsu.

10.    Kliping 10:
Komunitas tari Indonesia  menggelar “Solo 24 jam menari” acara tersebut di gelar di Pelataran Teater terbuka kapal Institut Seni Indonesia (ISI). Tarian yang dibawakan adalah tari Umbul Donga yang menjadi bentuk doa dan hajatan bagi warga Solo.

11.    Kliping 11 :
Pemerintah bayuwangi menggelar parade Gandrung Sewu. Dinamakan Gandrung Sewu karena parade diikuti seribu lebih penari gandrung mulai pelajar SD, SMP, SMA. Fragmen tari karya Sumitro Hadi yang menceritakan perkembangan gandrung dari masa ke masa. Dalan fragmen ini, gandrung dikisahkan berasal dari ritual Seblang yang merupakan  penyembahan untuk Dewi Sri ( dewi padi). Dan gandrung ditarikan oleh laki-laki.

12.    Kliping 12:
Upacara Tingalan Dalem Sumenengan adalah upaca ritual adat Keraton untuk memperingati hari ulang tahun penobatan kenaikan tahta susuhunan Paku Buwono XIII yang diadakan setahun sekali. Dalam upacara ini di tampilkan sebuah tarian Jawa klasik yaitu tari bedhaya ketawang/ tarian mistik  yang di yakini menggambarkan tentang cinta kasih penguasa laut kidul atau yang lebih dikenal Ibu Ratu Kidul penyembahan senopati atau raja-raja dinasti Mataram  dan penerusnya.

13.    Kliping 13 :
Penari Didik Hadiprayitno empat tarian yang disebut Mystical Gender, latar belakang penamanan tarian ini lantaran berkaitan dengan hal misterius. Penonton yang melihatnya menari kerap melihat ada sosok lain dalam tubuhnya. Seorang istri temannya melihat sosok perempuan cantik masuk ke dalam dirinya saat sedang menari.

14.    Kliping 14 :
Kuda lumping merupakan sebuah seni tari tradisional Jawa yang menampilkan sekelompok prajurit yang sedang menggunakan kuda. Selain itu, biasanya tarian ini menampilkan unsur magis seperti penari yang kesurupan. Penari memakan beling dan tubuh menjadi kebal saat dipecut. Dan biasanya sebelum atraksi kuda lumping dimulai, seorang pawang hujan akan melakukan ritual, agar cuaca tetap cerah karena pertunjukan kuda lumping dilakukan dilapangan terbuka.

15.    Kliping 15 :
Masyarakat Desa Bakungan mengelar ritual Tolak Bala dengan menggelar tari Seblang. Masyarakat mengadakan syukuran kecil di setiap rumah usai bersantap, ritual utama Tolak Bola, yakni tari Seblang dimulai. Selanjutnya dilakukan ritual pemanggilan roh oleh pawang atau dukun agar masuk ke tubuh penari yang menari dalam kondisi trance atau tak sadarkan diri. Tari ini melambangkan kesakralan ritual pertemuan dua dunia  sekaligus sebagai rasa syukur atas karunia yang diberikan oleh sang pencipta dan juga menjadi permohonan untuk tolak bala.










BAB III
TINJAUAN TEOLOGIS ETIS KRISTEN TENTANG KEBUDAYAAN TARI MASYARAKAT JAWA


Kebudayaan tari adalah suatu prestasi atau hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam alam ini yang ditunjukkan berupa gerakan tubuh yang berirama dengan tujuan atau maksud tertentu. Kemampuan untuk berprestasi/berkarya ini merupakan sikap hakiki yang hanya ada pada manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Karena itu sejak penciptaan, manusia telah diberi amanat atau mandat kebudayaan (Kej 1:26-30).
Alkitab mencatat bahwa tari-tarian sudah diciptakan Allah sebelum dunia dijadikan. “Jikalau aku pernah memandang matahari, ketika ia bersinar dan bulan yang beredar dengan indahnya,” (Ayub 31 : 26).
Kitab Kejadian menyebutkan bahwa Allah, melalui ucapan firman-Nya, menciptakan segala sesuatu. Ia menjadikan segala ciptaan dalam rangkaian gerak. Ia memisahkan, mengumpulkan, menumbuhkan, dan memampukan ciptaan-Nya untuk bergerak. Dalam seluruh rangkaian gerak tersebut, Allah melihat segala ciptaan-Nya itu baik.
Berdasarkan kesaksian Alkitab PL (Kej 1:28; 2:15) yang memperlihatkan bahwa agama dan kebudayaan merupakan kedua hal yang diibaratkan sebagai mata uang logam, dimana saling melengkapi dan memiliki pengaruh timbal balik. Namun yang memiliki ruang lingkup yang lebih luas yaitu agama, karena kebudayaan lebih cepat mengalami perubahan dibandingkan dengan agama. Kebudayaan adalah hasil usaha manusia sedangkan agama khususnya agama Wahyu, dipercaya bukan berasal dari manusia melainkan penyataan yang suci (revelational). Di sinilah interaksi keduanya menjadi menarik, sesuatu yang berbeda namun saling terikat.






A.      PANDANGAN IMAN KRISTEN TERHADAP KEBUDAYAAN


a.    Tugas Kebudayaan

Allah memberikan tugas kebudayaan kepada manusia. Dalam Alkitab disebutkan bahwa “Allah menciptakan manusia menurut gambar dan serupa dengan Allah” (Kej.1:26-27), artinya pada dasarnya manusia memiliki gambar seorang pencipta. Selanjutnya, dalam hubungan yang sangat erat dengan penciptaan manusia menurut gambar Allah itu, diberikanlah kepada manusia tugas kebudayaan, yakni: “Taklukkanlah dan perintahkanlah bumi” (Kej.1:28). Jadi, manusia menerima suatu mandat dari Allah dan mandat itu adalah mandat kebudayaan. Lebih jelas lagi disebutkan bahwa: “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” (Kej.2:15).
Tugas dan tanggung jawab manusia sangat penting maka, hendaklah dijalankan sesuai dengan tujuan penciptaan itu sendiri. maka dengan iman Kristen kita dapat katakan bahwa kebudayaan yang tercipta hanya karena adanya tanggung jawab tersebut, dimana tugas manusia untuk membuat peralatan hidup  untuk usahanya, dengan demikian terciptalah budaya, hal tersebut diatas merupakan salah satu contoh dari hubungan iman Kristen dan Alkitab.

b.   Tujuan Kebudayaan

Di samping tugas kebudayaan yang mulia itu, Tuhan juga memberikan tujuan kebudayaan kepada manusia untuk dicapai. Tujuan ideal dari kebudayaan terlihat dalam ungkapan pemazmur (Mzm.150) yang menekankan bahwa tujuan manusia adalah untuk “Memuji Tuhan” dengan seruan “Pujilah Allah dalam tempat kudusNya.” (ayat-1), dan usaha itu juga dicapai dengan menggunakan hasil-hasil kebudayaan yang disebutkan sebagai nyanyian, tari-tarian, dan dengan menggunakan berbagai alat musik: “Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan! Haleluya.” (ayat-6).
Hukum kasih memiliki dua dimensi, yaitu ke atas (vertikal) yang ditujukan untuk memuliakan Allah dan ke samping (horizontal) untuk melayani sesama manusia. Jadi, tujuan kebudayaan yang utama adalah untuk memuliakan dan mengasihi Allah, dan yang lainnya adalah agar kebudayaan itu digunakan untuk melayani dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Kedua dimensi kebudayaan itu sangat penting dalam menentukan kemana kebudayaan itu diarahkan, mengingat bahwa banyak sekali kebudayaan yang bukan digunakan untuk tujuan mengasihi Allah dan sesama manusia tetapi untuk penyembahan berhala dan kebanggaan diri sendiri/kelompok (ingat menara Babel dalam Kej.11).

c.    Kuasa Dosa dan Iblis dalam Kebudayaan

Dalam awal kitab Kejadian kita melihat betapa kebudayaan itu bisa salah arah, yaitu bukan ditujukan untuk memuliakan Allah tetapi ditujukan untuk berhala & diri sendiri. Kasus Kain menunjukkan kemerosotan ini (Kej.4:1-16). Dosa Kain menurun pada keturunan manusia dan kejatuhan manusia dalam dosa menempatkan manusia dalam kuasa Iblis. Allah kemudian menghukum manusia dengan air bah, namun dalam Kej.11 kita dapat melihat puncak dari kejatuhan manusia dalam dosa, dimana kebudayaan manusia yang meningkat sehingga dapat membuat bangunan tinggi itu yang sayangnya bukan ditujukan untuk memuliakan Allah namun untuk memuliakan diri sendiri/kelompok: “... Marilah kita mencari nama ...” (Kej.11:4). Bukan saja hasil kebudayaan itu tidak memuliakan Allah , sebaliknya malah digunakan untuk alat meninggikan diri dan menantang Allah.

d.   Bagaimana dan Dimana Kuasa Dosa itu Kelihatan di dalam Kebudayaan

Kuasa dosa itu kelihatan pada hasil kebudayaan, kuasa dosa dapat pula dilihat pada cara menggunakan hasil itu.
Para Nabi dan Rasul sering mengkritik kebudayaan yang sudah tidak lagi sesuai dengan tugas dan tujuan yang diberikan Allah. Yesaya mengkritik nafsu kemewahan dan wanita yang memperagakan dirinya di Yerusalem (3:16-24). Amos mengecam gejala mamonisme, kemabukkan, dan nafsu kemewahan yang berkecamuk di Samaria (6:1-10), dan Nahum melawan hawa nafsu berkuasa yang merajalela dalam kebudayaan Niniwe.


e.    Dampak negatif dari kebudayaan

·         Menjadikan kebudayaan untuk menghasilkan uang semata tanpa memuliakan Tuhan.
·         Menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang, uang sudah menggantikan Tuhan. (I Tim 6:10;II Tim. 3:2)
·         Menjadikan budaya sebagai berhala
·         Manusia menjadi sombong, hingga melupakan kasih
·         Menolong manusia untuk membinasakan sesamanya (Kej 4:22)
Dengan demikian dampak negatif dari kebudayaan merupakan kelalaian yang sedang dihadapi manusia secara keseluruhan, untuk itu kita sebagai pemuda-pemudi Kristen hendaklah menyikapi hal ini dengan cara yang sesuai ajaran Alkitab, karena kebudayaan bukanlah untuk menjauhkan manusia dari Tuhan, tetapi kebudayaan haruslah digunakan untuk memuliakan Tuhan, itulah tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada kita.



B.       TARIAN DI DALAM ALKITAB

Pandangan Alkitab tentang tarian :
a.    Orang orang dalam Alkitab yang menari di hadapan Tuhan
Contoh yang paling baik yang kita bisa lihat adalah Daud yang "menari di hadapan Tuhan dengan segenap kekuatannya" ketika Tabut Perjanjian dibawa ke Yerusalem dari rumah Obed-Edom (2 Samuel 6:14). Tabut perjanjian menyatakan kehadiran Tuhan. Tuhan senang ketika kita menari untuk Dia. Kitab Mazmur sangat penuh dengan ayat ayat yang memotivasi kita untuk memuji Tuhan, menari di hadapanNya dan bersukacita di dalam Dia (Mazmur 149:3).

b.    "Kau telah ubahkan ratapanku menjadi tarian"
Ayat ini bisa ditemukan dalam Mazmur 30:12 dimana Daud mengatakan bahwa Tuhan telah mengubahkan ratapannya menjadi tari-tarian. Ayat yang mirip bisa ditemukan di dalam Yesaya 61:3. Jadi mengubah ratapan kita menjadi tari tarian adalah jalan Tuhan untuk menguatkan kita.




c.    Ungkapan sukacita (Habakuk 3:18)
Tarian adalah ekspresi hati pada waktu kita sedang bersuka cita. Bahasa Yunani dari kata sukacita adalah "gil" yang aslinya berarti "berputar putar dengan gerakan yang dahsyat". Ini menunjukkan bahwa sukacita bukanah sesuatu yang dinyatakan dengan diam atau sesuatu yang hanya tersimpan dalam hati.

d.   Apa kata Yesus sendiri tentang tarian?
Tidak ada ayat khusus dimana Yesus mengatakan bahwa kita harus menari. Akan tetapi, dalam Lukas 15:11 Yesus menyampaikan perumpamaan tentang anak yang hilang. Ketika anak yang hilang itu kembali ke rumah, bapanya membuat suatu pesta besar untuk dia. Ayat 25 mengatakan: "Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian". Jadi, bersukacita dan berpesta adalah bagian dari Kerajaan Allah. Jika Yesus tidak setuju akan tari-tarian, Yesus tidak akan menyebutkan tentang tari-tarian di dalam perumpamaan ini.



C.      PANDANGAN UMUM TEOLOGIS KRISTEN “TARIAN SEBAGAI MAZMUR”

Mazmur dalam bahasa Ibrani disebut seher tehelim (dari akar kata ‘h’, ‘l’, ‘l’, bandingkan dengan kata halleluya). Dalam bahasa Yunani disebut dengan psalmoi dari kata psalo yang juga memiliki makna memetik dawai. Isi dari Mazmur sangat beragam, ada pujian, permohonan, pengajaran, meditasi. Mazmur secara umum bisa didefinisikan sebagai respons manusia terhadap karya Allah dalam berbagai situasi, baik lewat bencana, perang, kekalahan, lepas dari marabahaya dan sebagainya.
Pemahaman awam umat Kristen selama ini adalah bahwa Mazmur itu sebuah lantunan pujian berupa lagu sebagai ucapan syukur. Tetapi bila dikaji dengan pendekatan teologis secara mendalam, nyanyian Mazmur juga dapat dilantunkan melalui tarian. Hal itu dapat dilihat dari nas saat ini, Mazmur 30 : 11 - 12.

Dalam Mazmur 30 : 11 – 12, dikatakan bahwa jiwa yang meratap dijadikan Tuhan dengan sukacita lewat tarian. Jadi tarian merupakan nyanyian jiwa atas rasa sukacita oleh kasih Tuhan. Dalam tradisi Yahudi di masa lampau, tarian biasanya dilaksanakan pada kegiatan pesta yang meriah. Dalam kerajaan, tarian biasanya digunakan untuk menghibur raja dalam istirahatnya.
Pemazmur dalam nas ini, ingin menunjukkan bahwa tarian yang dilakukan oleh orang beriman bukan untuk kesenangan manusiawi, tetapi untuk menyukakan hati Tuhan yang telah menggantikan ratapan dengan sukacita. Oleh karena itu, jika seorang beriman sedang bersukacita, dia perlu menari untuk Tuhan.
Tidak semua orang bisa bernyanyi. Tidak semua orang bisa bermain musik. Tidak semua orang bisa menari. Atas dasar itu, pemazmur secara tersirat ingin menyampaikan dalam mazmurnya, yang bisa bernyanyi untuk Tuhan, mari bernyanyi. Siapa yang bisa bermain musik untuk Tuhan, dentangkanlah musik dengan indah. Bagi yang bisa menari untuk Tuhan, menarilah dengan sukacita. Segala kemampuan dan talenta yang diberikan Tuhan, dapat dilakukan untuk memuji-muji Tuhan. Umat percaya harus menyukuri segala berkat yang diberikan Tuhan atas hidupnya, baik lewat nyanyian, alat musik maupun tarian. Untuk itulah Mazmur tercipta sebagai karya besar seni dalam sistem beriman umat percaya.


D.      PANDANGAN ALKITAB TENTANG PENYIMPANGAN BUDAYA TARIAN JAWA

Kitab Keluaran 32:19 mencatat salah satu contoh, bagaimana bangsa Israel menyembah patung anak lembu emas dalam tari-tarian ketika mereka sudah tidak sabar menantikan Musa membawa hukum Allah kepada mereka.
Contoh lainnya terdapat pada kitab I Raja-raja 18:26, di mana para nabi baal menggunakan tari-tarian sebagai salah satu ritual untuk memanggil hujan pada peristiwa di Gunung Karmel.
Injil Matius 14:6-8 juga mencatat bahwa tari-tarian, yang seharusnya menjadi bagian dari penyembahan kepada Allah, digunakan sebagai sarana untuk membunuh Yohanes Pembaptis.

·                     Seperti yang terdapat dalam kliping 1 mengenai “Tari Topeng” dan kliping 3 mengenai “Tari Ujung” yang bertujuan untuk pemujaan kepada leluhur. Adanya kepercayaan kepada orang mati yang masih hidup di suatu alam gaib dan bahwa mereka dapat membantu atau mencelakakan orang yang hidup. Ilmu magis atau disebut juga ilmu gaib berakar pada suatu kepercayaan bahwa dalam orang *benda, tempat atau juga keadaan mengandung daya kekuatan (hal ini berhubungan dengan dinamisme). Ayat yang menentang pemahaman tersebut adalah Ulangan 18:10-12. Orang mati tidak sadar dan tidak hidup di tempat lain. Jadi, upaya untuk berkomunikasi dengan mereka tidak ada gunanya. Pesan apa pun yang tampaknya berasal dari orang tercinta yang telah meninggal sebenarnya berasal dari si jahat. Karena itu, Tuhan melarang orang Israel untuk mencoba berbicara dengan orang mati atau terlibat dengan semua bentuk spiritisme.

·                     Pada kliping 1 mengenai “Tari Topeng” yang bertujuan untuk sarana menemukan jodoh bagi remaja setempat dan pada kliping 5 mengenai “Tari Tradisi Ngarot” yang dijadikan sarana mencari pendamping hidup sangat bertentangan dengan Alkitab. Allah memiliki prinsip-prinsip yang mutlak dalam memilih jodoh/pasangan hidup untuk anak-anak yang dikasihiNya. Allah memiliki cara-cara yang indah untuk mempertemukan seorang pria dan wanita yang akan disatukan dalam satu kesatuan yang sempurna.
Banyak pemuda remaja yang salah dalam menemukan pasangan hidup karena tidak mengerti tentang prinsip-prinsip firman Allah yang sesungguhnya.
Metode Allah dalam mempertemukan jodoh antara lain :
1.    Inisiatif dari Allah (Kej 2:18 )
2.    Mendengar suara Tuhan/konfirmasi (Kej 2:28) dan menguji suara tersebut dengan firman   Allah.
3.    Mengetahui kehendak Tuhan (Rm 12:2).
4.    Percaya kepada Tuhan dan tidak khawatir (Ams 3:5)
5.    Bergaul sampai dipertemukan Tuhan

·                     Pada kliping 2 mengenai “Tari Ronggeng Gunung” sebagai ungkapan syukur atas kesuburan dan panen dicatat dalam Alkitab Perjanjian Lama sebagai hari Pentakosta:
1)   Hari Pertemuan Kudus (Imamat 23:21)
Pada hari tersebut tidak boleh dilakukan pekerjaan berat, dan semua laki-laki Israel harus hadir di tempat kudus (Imamat 23:21). Pada hari itu dua buah roti bakar, yang dibuat dari tepung halus yang baru dan beragi, diunjukkan oleh imam di hadapan Allah, pada saat imam mempersembahkan korban-korban binatang untuk menghapus dosa dan memperoleh keselamatan (Imamat 23:17-20).


*Ingo Wulfhorst, Op.Cit,  hal. 28. Roh nenek moyang diakui dapat menunjukkan kekuatannya. Roh ini dapat berkomunikasi dengan orang tertentu, sehingga dengan komunikasi ini, roh nenek moyang ini dapat diperintah.
2)   Hari Bersukaria (Ulangan 16:15)
Pada hari itu orang Israel saleh mengungkapkan rasa terima kasihnya karena berkat tuaian gandum dan sekaligus menyatakan rasa takut dan hormat kepada Yahweh (Yeremia 5:24).

·                     Pada kliping 14 mengenai “Tari Kuda lumping” yang dilakukan dengan pemanggilan roh ke tubuh pemain dan pada kliping 15 masyarakat desa Bakungan menggelar ritual Tolak Bala dengan menggelar tari Seblang. Selanjutnya dilakukan ritual pemanggilan roh oleh pawang atau dukun agar masuk ke tubuh penari. Seorang dukun membuat guna-guna dan memasukkan roh ke dalam tubuh seseorang*
Alkitab mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa Saul mati “dia bertanya pada seorang pemanggil arwah untuk petunjuk” daripada bertanya kepada Tuhan (1 Tawarikh 10 : 13-14).
Bangsa Israel dilarang mempraktekkan atau menggunakan jasa para pemanggil arwah, karena Tuhan adalah Allah mereka (Im 19:31). Necromancy dan sejenisnya merupakan hal yang menjijikkan di mata Allah (Ul 18:10-12). Bangsa Israel seharusnya meminta petunjuk pada Tuhan, Allah mereka, dan bukan para roh orang mati (Yes 8:18).

·                     Pada kliping 7 mengenai “tarian Bedhaya Arjuna Wijaya” diawali dengan membakar kemenyan sebelum ritual sepasang gamelan dimulai. Selain  kemenyan,  setangkep pisang raja dan semangkuk kembang sekar diletakkan di antara gong. “Untuk nuwun sewu (permisi)”.
Ritual merupakan tata cara atau system yang harus dilakukan dalam melakukan pemujaan kepada roh-roh. Ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa juga sangat kental dengan pemujaan kepada roh-roh. Dalam ritual tersebut seseorang harus menyajikan sesajen. Orang Kristen tidak boleh menyimpang dari Firman Tuhan dan harus melakukan apa yang benar di mata Tuhan yaitu dengan tidak mempersembahkan dan membakar korban sesembahan (1 Raja-raja 22 : 43).





*T.Sianipar, Alwisol & Munawir Yusuf, Dukun, Mantra dan Kepercayaan Masyarakat hal. 19
E.       SIKAP GEREJA TERHADAP KEBUDAYAAN

Jika dihubungkan dengan metode dan strategi penginjilannya Gereja hendaknya tidak selalu gampang bersikap negatif terhadap segala unsur adat dan budaya setempat. Dan asal terima begitu saja, melainkan lebih dituntut untuk bersikap peka, positif, selektif dan kreatif.

Secara positif selektif dan kreatif gereja bisa memulai, menggunakan dan memanfaatkan dari apa yang ada. Dan meniadakan yang dipandang membahayakan atau mengingkari iman Kristen, khususnya yang berhubungan dengan Alkitab.
Dalam menghadapi kebudayaan dengan berbagai kecenderungannya, kita patut memperhatikan bagaimana hubungan dan sikap iman Kristen menghadapi kebudayaan.

Menurut Jan Verkuyl dan Richard Niebuhr ada 5 macam sikap umat Kristen terhadap kebudayaan*, yaitu:

1.    Antagonistis atau Oposisi
Sikap antagonistik (oposisi, menentang, menolak) terhadap kebudayaan ialah sikap yang melihat pertentangan yang tidak terdamaikan antara agama Kristen dan kebudayaan dan sebagai akibatnya menolak dan menyingkiri kebudayaan dalam semua ungkapannya. Gereja dan umat beriman sebagai individu memang kerapkali harus berkata tidak atau menolak terhadap ungkapan kebudayaan tertentu, yakni kebudayaan yang: (1) menghina Tuhan; (2) menyembah berhala; dan (3) yang merusak kemanusiaan. Namun, itu tidak berarti bahwa semua aspek kebudayaan perlu ditentang.

2.    Akomodasi atau Persetujuan
Sebaliknya dari sikap antagonistis, adalah yang mengakomodasikan, menyetujui atau menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang ada. Dengan demikian maka agama Kristen dikorbankan untuk kepentingan kebudayaan yang ada demi suatu sinkretisme. Salah satu sikap demikian ditujukan untuk membawa orang kepada suatu cara berfikir, cara hidup dan berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain sedemikian rupa hingga seolah-olah ‘semua agama sama saja’ dan di dalam pergaulan hidup disingkirilah unsur agama Kristen yang sekiranya dapat menimbulkan keengganan golongan lain serta menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya.

3.    Dominasi atau Sintesa
Ada juga sikap dominasi gereja terhadap kebudayaan seperti yang dengan jelas terlihat dalam Gereja yang mendasari ajarannya dengan teologi Thomas Aquinas yang menganggap bahwa sekalipun kejatuhan manusia dalam dosa telah membuat citra Ilahinya merosot, pada dasarnya manusia tidak jatuh total, melainkan masih memiliki kehendak bebas yang mandiri. Itulah sebabnya dalam menghadapi kebudayaan kafir sekalipun, umat bisa melakukan akomodasi secara penuh dan menjadikan kebudayaan kafir itu menjadi bagian iman, namun kebudayaan itu disempurnakan dan disucikan oleh sakramen yang menjadi alat anugerah Ilahi.

4.    Dualisme atau Pengkutuban
Dualistis/pengkutuban (mendua) terhadap kebudayaan ialah pendirian yang hendak memisahkan iman dari kebudayaan. Pada satu pihak terdapatlah dalam kehidupan kaum beriman kepercayaan kepada pekerjaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, namun manusia tetap berdiri di dalam kebudayaan kafir dan hidup di dalamnya. Peran penebusan Tuhan Yesus yang mengubah hati manusia berdosa dan mengubahnya menjadi kehidupan dalam iman tidak ada artinya dalam menghadapi kebudayaan. Manusia beriman hidup dalam kedua suasana atau lapangan baik agama maupun kebudayaan secara bersama-sama

5.    Pengudusan atau Pentobatan
Sikap pengkudusan tidak menolak (antagonistis) namun juga tidak menerima (akomodasi), tetapi dengan sikap keyakinan yang teguh bahwa kejatuhan manusia dalam dosa tidak menghilangkan kasih Allah atas manusia melainkan menawarkan pengampunan dan kesembuhan bagi manusia untuk bertobat, memulai suatu kehidupan yang lebih baik dengan mengalami transformasi kehidupan etika dan moral sesuai kehendak Allah. Manusia dapat menerima hasil kebudayaan selama hasil-hasil itu memuliakan Allah, tidak menyembah berhala, mengasihi sesama dan kemanusiaan. Sebaliknya bila kebudayaan itu memenuhi salah satu atau ketiga sikap budaya yang salah itu, umat beriman harus menggunakan firman Tuhan untuk mengkuduskan kebudayaan itu sehingga terjadi transformasi budaya kearah ‘memuliakan Allah’, ‘tidak menyembah berhala’ dan mengasihi manusia dan kemanusiaan.
         


* Niebuhr, Richard, H, Christand Culture, terj. Satya Karya, jakarta : Petra Jaya, tt.
Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebutkan Allah tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi budaya, dalam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hampir umum dalam semua agama.
            Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru saling mendukung dan mempengaruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ” Manusia yang beragama pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum tentu beragama”.
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.










BAB IV

A.     Kesimpulan

1.  Berdasarkan kesaksian Alkitab PL (Kej 1:28; 2:15) dikatakan bahwa agama dan kebudayaan merupakan kedua hal yang diibaratkan sebagai mata uang logam, dimana saling melengkapi dan memiliki pengaruh timbal balik. Agama dan kebudayaan dapat saling mempengarui. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan, sebaliknya kebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya dalam hal bagaimana agama di interprestasikan atau bagaimana ritual-ritualnya harus dipraktikkan. Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, keduanya justru saling mendukung dan mempengaruhi.

2.  Tarian yang dilakukan oleh orang beriman bukan untuk kesenangan manusiawi, tetapi untuk menyukakan hati Tuhan yang telah menggantikan ratapan dengan sukacita.
Dalam Mazmur 30:11-12, dikatakan bahwa jiwa yang meratap dijadikan Tuhan dengan sukacita lewat tarian. Jadi tarian merupakan nyanyian jiwa atas rasa sukacita oleh kasih Tuhan.

3.  Tujuan kebudayaan yang utama adalah memuliakan Allah dan mengasihi sesama. Hal ini sangat penting bagi kita untuk menyikapi kebudayaan sesuai dengan Firman Tuhan. Itulah tanggung-jawab yang diberikan Tuhan kepada kita. Manusia dapat menerima hasil kebudayaan selama hasil-hasil itu memuliakan Allah dan mengasihi sesama. Sebaliknya bila kebudayaan tersebut tidak ditujukan untuk memuliakan Allah dan mengasihi sesama, umat beriman harus menggunakan Firman Tuhan untuk menguduskan kebudayaan itu sehingga terjadi transformasi budaya kearah memuliakan Allah dan mengasihi sesama. Sikap ini disebut Pengudusan atau Pentobatan.



B.     Saran

1.    Gereja :
Seyogyanya Gereja harus berhati-hati dalam menyikapi persoalan budaya yang menyatu dengan keKrtistenan. Setiap daerah memiliki tradisi nenek moyang yang tidak tergoyahkan dan susah menerima budaya dari luar. Kebudayaan kita telah berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tetapi kita harus mengingat teguran Paulus yang disampaikan kepada jemaat di Kolose: hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus (Kol. 2:8).

2.    Umat Kristen:

Dalam Matius 5:13-16 Tuhan Yesus meminta orang Kristen untuk menggarami dan menerangi dunia. Artinya Tuhan Yesus menyuruh kita mempengaruhi, mewarnai, merasuki memperbaiki realitas sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada. Sebagai orang Kristen kita dipanggil bukan untuk menjauhkan diri atau memusuhi budaya (Tari topeng, Ronggeng, Ujung, Gandrung, Ngarot, Bedhaya, Kembar Mayang, Bedaya Kajongan, Ketawang, Kuda Lumping, Tolak Bala, Umbul Donga) namun untuk menggarami dan meneranginya dengan Firman Tuhan, kasih dan kebenaranNya.

3.    Pemerintah :

Pemerintah seharusnya lebih serius dan tegas dalam membuat Undang-Undang khusus untuk melindungi kebudayaan asli Indonesia. Perlu adanya tindakan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam upaya pelestarian budaya tradisional.  Keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia terdiri dari ribuan etnis harus bisa dipatenkan agar tidak lagi dicuri oleh negara lain hanya untuk kepentingan keuntungan belaka. Ini menjadi prioritas sebagai pengakuan budaya Indonesia secara internasional. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara menggelar  pertunjukan  budaya di tempat umum secara berkesinambungan untuk dapat mendatangkan keuntungan bagi negara.

DAFTAR PUSTAKA


1.    Sumber dari buku :
Richard Niebuhr, Kristus dan Kebudayaan, Petra Jaya: Jakarta 1995
J. Verkuyl, Etika Kristen dan Kebudayaan, BPK-GM: Jakarta, 1960
T.Sianipar, Alwisol & Munawir Yusuf, Dukun, Mantra dan Kepercayaan Masyarakat, Grafikatama Jaya, 1992
Rahmat Subagya, Kepercayaan-Kebatinan-Kerohanian-Kejiwaan-dan Agama, Kanisius : Yogyakarta, 1992
Harun Hadiwidjono, Iman Kristen, BPK-Gunung Mulia: Jakarta, 2006
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, PT. Renaka Cipta: 1990
J. Verkuyl, Etika Kristen dan Kebudayaan, BPK-GM:  Jakarta, 1960
Knitter, Paul F. 2004. Satu Bumi Banyak Agama,  Jakarta: BPK Gunung Mulia
Soekanto Soerjono,1987. Sosiologi Suatu Pengantar.Rajawali press: Jakarta

2.    Sumber dari web :
Hubungan agama Kristen dan budaya di dalam: http://kandiolimei.blogspot.com/2012/05/hubungan-agama-dan-budaya-dalam-kristen.html dikunjungi pada tanggal 13 April 2015
Jodoh: Pilihan atau Takdir? Oleh Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th di dalam: http://artikel.sabda.org/jodoh_pilihan_atau_takdir dikunjungi pada tanggal 28 April 2015

3.    Sumber koran :
Koran 1: Siwi Yunita Cahyaningrum dan Timbuktu Harthana,Gaya pantura jadi bagian sendi tradisi, Kompas, Sabtu 23 Oktober 2010
Koran 2 : Cornelius Helmy, Ronggeng Gunung Teruslah Menari, Kompas, Selasa 4 Januari 2011
Koran 3: Bahana Putri Patria Gupta, Suku Tengger: Persaudaraan dalam tari, Kompas, Minggu 30 Oktober  2011
Koran 4: Khareul Anwar dan Syamsul Hady, Gandrung Bayuwangi tarian penggerak ekonomi, Kompas, Sabtu 8 januari 2011
Koran 5: NN, Menemukan jodoh ditengah sawah, Kompas, Sabtu 15 Januari 2011
Koran 6: Timbuktu Harthana, totalitas rasinah, Kompas, Minggu 8 Agustus 2010
Koran 7: Anton Wisnu Nugroho, Jalan Budaya Keraton Yogyakarta, Kompas 8 Mei 2010
Koran 8: Lusia Idayani, Heru C.N, Malam purnama di Tutup Ngisor, Tempo, Minggu 25 Januari 2009
Koran 9: Aryo Wisanggeni G, Rekontruksi Bedaya Kajongan Cirebon, Kompas, Minggu 18 September 2011
Koran 10: Aryo Wisanggeni Genthong,”Solo 24 jam Menari” 3000 Penari unjuk kemampuan, Kompas, Senin 30 April 2012


4.    Sumber koran online :
Ipung, Tari Bedhaya Ketawang Dalam Upacara Jumenengan, http://www.tabloidpamor.com/berita-235-tari-bedhaya-ketawang-dalam-upacara-jumenengan.html, Jumat, 15 Juni 2012 - 19:48:01 WIB

Ika Ningtyas, Seribu Gandrung Ramaikan Banyuwangi Festival, http://www.tempo.co/read/news/2012/11/18/200442386/Seribu-Gandrung-Ramaikan-Banyuwangi-Festival,Minggu, 18 November 2012 | 04:31

Suryo Wibowo, Didik Nini Thowok: Pengalaman Mistis Selama Menari, http://www.tempo.co/read/news/2011/05/31/001338019/Didik-Nini-Thowok-Pengalaman-Mistis-Selama-Menari, Selasa, 31 MEI 2011 | 20:37 WIB


Raminah ,Tarian Magis Kuda Lumping, http://www.aktual.co/warisanbudaya/095531tarian-magis-kuda-lumping, Kamis 05-07-2012 09:40 WIB

Wahyu Nurdiyanto , Gelar Ritual Tari Seblang untuk Tolak Bala, http://surabaya.tribunnews.com/2014/10/12/gelar-ritual-tari-seblang-untuk-tolak-bala, Minggu, 12 Oktober 2014 21:37 WIB